Percayalah, hidup itu akan menjadi indah saat kita mengikuti alur alam.
Iseng-iseng buka file di leptop dan nemu satu folder
berjudul ‘belum nonton’, folder ini memag berisi film-film terbaru 2015 yang
saya minta dari seorang teman baik, Gery. Starting
is the hardest point of everything. Awalnya saya tidak tertarik melihat
film ini karena kualitas gambarnya tidak begitu bagus. Lalu saya tidak sengaja
klik kanan pada mouse saya dan sampailah saya pada satu scene dimana pemain utama mengalami kehidupan kembali setelah
tersambar petir berkekuatan 500 juta volt. Kronologisnya adalah Adeline, tokoh
utama dalam film tersebut mengalami kecelakaan tepat saat salju hari pertama turun
di Somonia, malam itu.
Kecelakaan tersebut menyebabkan Adeline jatuh ke dalam
sebuah sungai dengan air yang beku beserta mobilnya, mobil Adeline ‘Della’
Bowman secara tiba-tiba tersambar petir berdaya tinggi dan tekanan dari petir
tersebut mengenai jantungnya hingga membuatnya hidup kembali. Selayaknya di
rumah sakit, seseorang yang detak jantungnya kian melemah akan diberi mesin
pengejut jantung untuk memicu jantung pasien berdetak kembali. Tak jauh berbeda
dengan apa yang dialami Della, hanya saja karena kekuatan listrik dari petir
yang sangat besar, menyebabkan Adeline tidak bisa menua secara fisik. Hal
tersebut diterangkan dalam film yang berkaitan, bahwa berdasarkan prinsip Van
Lehman tentang pemampatan elektron di DNA sel-sel Adeline menjadi kebal dan
tidak lentur sehingga membuatnya tidak bisa menua. Dengan kata lain, usia
Adeline telah berhenti sejak malam itu.
Yup! Dari orientasi film tersebut sudah terang terlihat
bahwa The Age of Adeline adalah film fiksi yang menyajikan hasil pemikiran
cerdas manusai tentang perkembangan ilmu dan terknologi. Bagaimana bisa seorang
Adeline yang lahir pada tahun 1901 tersebut usianya berhanti pada tahun ke 29
dan tidak dapat menua secara fisik? Cool! Di samping itu, film ini juga
menyuguhkan kisah romantisme antara Adeline dan tiga laki-laki yang pernah
hadir dalam hidupnya. Pertama adalah pertemuannya dengan seorang insinyur yang
kemudian menikahinya hingga memiliki seorang putri bernama Femming. Sayangnya,
4 tahun kemudian ia meninggal dalam sebuah kecelakaan kerja di sebuah
konstruksi jembatan. Kedua adalah William, mahasiswa sarjana kedokteran yang
jatuh cinta kepadanya setelah kejadian ia ‘hidup kembali’ tersebut. William
yang patah hati sebab kepergian Adeline mengenangnya dengan menamai satu komet
hasil penemuannya dengan nama ‘Della’. Lalu, sekitar 70 tahun kemudian ia
bertemu dengan Ellis, putra dari William, yang di akhir cerita menikahi Della.
Di samping itu, The
Age of Adelin mengajarkan manusia untuk menghormati karunia Tuhan yang
abadi, yaitu perubahan. Seperti yang di katakan Adeline Bowman kepada Putrinya,
Femming, mengenai hubungannya dengan Ellis. Adeline sungguh takut menaruh hati
kepada laki-laki dan terus memilih untuk pergi dan bersembunyi. Itu semua ia
lakukan karena Adeline takut hidup bersama seseorang dan tidak dapat merasakan
perubahan bersama-sama. Tidak dapat menua bersama-sama. Adeline tidak bisa
menua sebab selnya yang kebal dan tidak lentur. Ironinya, saat kebanyakan
perempuan berlomba-lomba untuk membeli krim anti-aging dengan merogoh kocek
dalam-dalam. Adeline mengajarkan bahwa tumbuh menua adalah hal yang justeru sulit
ia dapatkan. Ketika semua wanita disibukkan dengan rambut mereka yang mulai
memutih, Adeline justeru merindukan munculnya uban di rambutnya yang tetap
pirang selama 70 tahun. The Age of
Adeline juga mengajarkan kita untuk terus dan selalu bersyukur atas segala
hal yang terjadi secara natural. Sesuatu yang alamiah, sebab yang alamiah
adalah yang terbaik dari Tuhan.
Pada intinya, film The Age of Adeline ini cukup recommended buat ditonton. Apalagi malam minggu seperti ini :)
kejutan listrik yang mengenai mobil Adeline dan akhirnya membuat jantungnya berdetak kembali |
Adelin dan Putrinya yang tampak jauh leih tua, Femming. |