Tampilkan postingan dengan label Jalan-jalan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jalan-jalan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 02 Februari 2016

Pantai Clungup, Gatra, dan Tiga Warna


Jadi nih, liburan tiga bulan ini selain disibukkan dengan rancangan skripsi dan organisasi. Minggu lalu si Ainy nekad ngajak jalan ke Pantai lagi, padahal beberapa hari lalu belum ada seminggu kita udah ke Pantai Jonggring Salaka. Ediaaan.
 
Ya karena ini emang liburan, kebanyakan anak-anak udah pada pulang. Kita yang masih disini tinggal sisanya, sisa uang saku pulangnya dikit. Masih belum pulih belangnya abis dari pantai jongring, kita cus ke Pantai Clungup. Sebelum itu masih nungguin si Hanis balik dari Kediri jam 4 sore karena ngurusin karnaval di rumahnya. Dia lagi nyalonin Om Qomar (bapaknya) buat jadi kades di desanya. Terus kebingungan nyari angkutan yang bakalan bawa Aku, Lalank, Ainy, sama Gery buat berangkat. Dari empat orang ini, cuma ada si Revo yang bisa dibawa pergi. Akhirnya, si Hanis pas Habis maghrib datang ke tempat H5 (sebut saja basecamp andalan kita) dan langsung ngajak berangkat. Dia ngajak teman kontrakkannya, namanya Dwiki buat bonceng Ainy. Aku sama Lalank, dan Gery sama Hanis. Kita koar-koar di group berharap bakalan banyak pengikut, tapi nihil. Cuma ada Evi yang kepincut pengen main sama kita. Akhirnya harus muter otak lagi, gimana cara bawa Evi. Yes, dia inisiatif ngajak teman satu Kontrakannya yang sumpah aku lupa namanya. Pokonya anak UB. Asik.
Jam 7 malam kita cus jalan lewat turen semakin malam semakin naik, dan nggak tahu kenapa ada hujan. Pas jalanan udah naik, berkelok-kelok, licin, ujan makin deres. Jadilah jalanan panjang itu sumber kebocoran semua rahasia. Karena takut ngantuk dan nggak mau aku yang lagi dibonceng masuk jurang. YA KALI, DUA JOMBLO ADUHAY MASUK JURANG. Kita jadi bahas dari urusan mantan, rumah, keluarga, saudara, alien, banyak deh. Sebenarnya ketakutan kedua malam itu sih kalau kalau ada begal, udah tempatnya sepi dan nggak ada lampunya. Biarpun ainy masih kerabat dekat begal, tapi dia nggak bisa diandelin. Nggak dikasih kremesan mie sedap aja dia nangis. Haha
Jam 10 Udah sampai di lokasi dengan basah kuyup, aku masih nggak percaya kita ke pantai, sementara disini nggak keliatan apa-apa. Cuma ada tempat penitipan sepeda motor doang, dan itu sepi. Okelah, kita putusin jalan kaki menuju lokasi karena itu emang salah satu caranya, selain ngesot. Jalanannya gelap, becek, berlumpur, lebarnya cuma sekiar 1,5 meter dengan jurang di tepinya. Cuma ada satu senter yang nerangin jalan kami berdelapan. Tiba-tiba ada suara ‘jhebhog,’ yang ternyata itu suara temannya Evi Jatuh. Suara Kedua, waktu bos Hanis juga jatuh. Guwe setengah pengen nangis geli, pegangan tangannya Lalank sampek nyakarin tangannya Gery. Sumpah, Lalank canggih banget jalan ditempat kaya gini, yah walaupun pulang-pulang sandalnya udah nggak bisa dipake sih.
Sampe lokasi kita nggak nemui pantai, yang ada cuma empat petugas yang udah tidur. Ainy, yang indra penciuman pantainya kuat, udah girap-girap (lupa bahasa Indonesianya apa) dan maksa kita semua jalan aja dari pada bagunin petugasnya. Kasian. Kasian kita kalo ditarik iuran maksudnya. Kita udah nekat jalan naik turun lagi, dan enggak ketemu pantai, yang ada cuma suara debur ombak malam. Kita mulai ketakutan waktu udah nyampe lapangan pasir yang luas, akhirnya kita balik dan bangunin petugas penjaga yang udah tidur nikmat. Kita bermalam dengan tenang di pantai clungup. Itu pantai yang jadi saksi Ainy nangis waktu nggak kebagian mie sedap kremesan. Payah.
Paginya semua keliatan indah, langit kuning emas cantik, pasir yang bersih, bakau yang berjejer rapi, dan sungai air payau yang jernih. Kita udah nggak sabar pengen mandi, dan akhirnya kita mutusin naik bukit sampe nemu pantai Gatra, ini pantai yang gue nobatin jadi pantai favorit sampe sekarang.  Seru-seruan di pantai gatra, mulai dari mandi, berenang, sampe main pasir. Kita lanjut ke pantai tiga warna. Kita kesana dianterin tour guide. Lumayan naik turun dan agak jauh. Pas ngeliat pantai tiga warna yang sumpah keren banget kita udah lari-larian nggak jelas kaya ayam lepas. Ainy, Lalank, Hanis, Dwiki main snorkling, aku sama yang lain foto-foto dan main air.
Perjalanan ke pantai semingguan ini seru, karena gue ditemenin orang-orang seru. Orang yang nggak ribet ini-itu. Intinya, kalo menurut aku main emang lebih asyik kalo tanpa rencana, karena sepengalam gue kebanyakan rencana malah nggak jadi. Kaya waktu kita ngerencanain ke Bromo sama tim PKM UMengajar. Teman yang nggak ribet dan nggak baperan membuat kita nyaman, meskipun waktu pulang dari pantai kita sempat gemeteran. Laper. Ya maklum, ke pantai cuma modal kacang kulit sama pilus. Ini serius. Jangan ditiru di pantai.

 

Ini loh, pasukan edan yang mau menginvasi pantai selatan
Pantai Clungup


 
Pantai Gatra

Pantai Tiga Warna



 Lihat juga hanis yang lagi promo iklan duta wisata di https://www.youtube.com/watch?v=15PpoxFzySk











Jumat, 11 Desember 2015

Interval: Bentuk Penghormatan pada Otak dan Tubuh


Hebat memang punya banyak kegiatan itu, memulai proker-proker baru dan selalu punya kesibukan untuk dikerjakan. Kita merasa berarti, sibuk, dan bertanggungjawab atas sesuatu.

Kita sering beranggapan kepada diri sendiri kalau kita sudah sibuk banget. Begitu juga dengan orang lain, kadang kita berideologi bahwa kita adalah kelompok orang-orang yang penting, punya tugas, dan punya tanggungjawab. Tidak bisa dipungkiri juga kalau kita sering merasa kehidupan yang kita jalani adalah lebih bermanfaat dan lebih bermutu dari pada yang orang lain lakukan. Tidak juga bisa dipungkiri bahwa fanatisme juga mulai menggerogoti perasaan. Bahwa organisasi atau pekerjaan yang kita tekuni adalah lebih baik dari apa yang dimiliki orang lain.

Kita lupa tujuan utama organisasi atau pekerjaan kita.

Makanyalah, perlu waktu yang lama untuk memulihkan pikiran, perasaan, dan fisik. Meskipun, jelas, bahwa semua pekerjaan dan organisasi jalani akan memberi banyak manfaat entah dalam jangka pendek, menegah, atau panjang. Tapi, ada saatnya kita perlu bersantai sejenak, bukan untuk melupakan, tapi untuk mempersiapkan diri dan pikiran, sehingga saat kita memuali bekerja lagi, akan lahir ide-ide baru nan segar.

Seperti yang aku lakukan beberapa hari ini, aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk tempat tidur, kasur, film, dan musik. Lega rasanya untuk jauh sebentar dari rutinitas. Meskipun sempat berfikir bahwa sebenarnya bukan badan yang harus di charge ulang, melainkan psikis dan mental. Sehingga kasur dan kawan-kawannya itu acapkali justeru membuat kesal tidak tahu asal-usulnya. Rasanya, orang-orang tipe-tipe aku ini memang lebih cocok dengan pantai, gunung, tebing, dan pemandangan alam lainnya. Yang pasti, itu semua adalah bagian dari pilihan. Sebuah interval sebagai bentuk Penghormatan pada Otak dan Tubuh.

Ini cuplikan jalan-jalan ke gunung beberapa waktu lalu:




Selamat berlibur, selamat 'membersihkan otak'.

Selasa, 08 Desember 2015

Surabaya Part #1

Jadi sekitar pertengahan bulan Nopember lalu, aku sempat berencana ngilang sebentar. Satu, karena jenuh sama rutinitas PPL yang emang barusan selesai. Dua, karena aku sempat mikir, aku nggak akan pernah merasa cukup kalau cuma stuck disini aja. As world know lah, aku ikutan organisasi yang orang-orangnya ya masih sama itu-itu aja. Asik sih, cuma kudu dan udah masanya keluar dari zona aman dan nyaman.

Seminggu setelah lolos pengumuman kegiatan peace camp di Mojokerto, aku excited banget karena udah geregetan pengen keluar dari Malang. Langsung cus bayar registrasi make uang dari ATM rossy, yang emang notabene kudu ngirim lewat Bank Mandiri. Jujur, setelah PPL berakhir, itu justeru awal ke-bokek-an tingkat galaxy dalam sejarah perkuliahan. Haha, uang kiriman udah habis buat bikin media, ngasih oleh-oleh anak-anak selama PPL, but that's OK.

Bokek is just a little story of a survivor life.

Beberapa hari sebelum berangkat ke Surabaya, aku bolak-balik ke stasiun buat beli tiket. Tapi, for your information, kalau sekarang tiket lokal dapat dibeli mulai dari tiga jam sebelum keberangkatan. Ya kali, aku udah hampir setahunan nggak naik kereta, terakhir naik itu waktu pergi ke Depok buat konferensi nasional gerakan mengajar. Nah lo, jadi mondar mandirnya ke stasiun agak nggak guna.

Jadwal kereta dari Malang ke Surabaya tepat pukul 04.30 pagi, waktu itu aku diantar teman kontrakan jam 4 pagi. Hemm, Malang bener-bener keren pagi dari paginya, siangnya, sorenya, sampai Malangnya. Keren. Sampai di Stasiun jam 4.15 dan masih nunggu Anissa, adik tingkat yang ternyata juga ikutan acara yang sama. Lama banget nunggu anaknya sampe dimarahi sama petugas kereta karena emang kereta udah mau naik. Akhirnya, aku naik dan masuk kereta. Si Anisa menyusul kemudian. Terpaksa kita beda gerbong dan harus duduk sendiri. Ngantuk banget, yaudahlah, aku sempatin tidur sebentar.

Sampe di Surabaya jam 7 pagi, ketemu lagi sama Anisa di peron, dan sms panitia tanya harus naik apa untuk menuju UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Kata Ce Carol, kita harus naik angkot warna kuning tujuan UINSA. Esumpaaah, guwe setengah buta warna. Jadi please, jangan nunjukin aku clue pake warna dan if you know angkot di Surabaya warnanya kuning semua. Sumpah. Guwe buta warna. Akhinya keluar stasiun dan nanya sopir angkot. Angkonta lewat UINSA atau enggak. Pas aku nanya, bapaknya cuma nganguuk-ngangguk aja. Udah stengah perjalanan si Anisa nanya, "Pak ini angkot beneran lewat UIN Sunan Ampel,kan?" Lha dalah, sial. Sial banget. Bapaknya bilang tadi dengernya makam sunan ampel, bukan uin sunan ampel. Njirr, udah setengah jam ngangkot dan salah. Akhirnya, bapaknya baik banget dan nyariin angkot yang menuju tujuan kita.

Sampe disana jam 8 dan kita udah ditungguin sama Ce Carol dan peserta lain yang udah nunggu di dalam minibus. Karena aku emang kloter terakhir, jadi emang udah nggak usah nunggu lama-lama, kemana? Yap. Kita cus ke Mojokerto, tempat pelaksanaan acara. Jarak Surabaya ke Mojokerto ditempuh dalam dua jam lamanya, panas, bau jalan, dan sumpah ngantuk. Yaudah, dari pada nyiumin bau asap kendaraan, mending tidur, lumayan dua jam. Haha.

Sampe di Maha Vihara Mojokerto duah mepet jam 10, karena jalanan macet parah. Nggak pake basa basi,langsung pembukaan acara. Ketemu teman-teman baru. Beneran, itu seru. Setelah pembukaan acaranya langsung pembagian kamar, dan kebetulan se kamar sama Yanita, Sofi, Desi, dan beberapa teman dari Lombok cc Faridah dan Samina. Mojokerto panas gila, akhirnya sebelum dzuhur bisa mandi.

Selema ikutan peace camp dan ketemu teman-teman baru, makan seadanya, bertukar pikiran tentang kepercayaan masing-masing, team building, energizer, sampai moment paling mengharukan yaitu ikutan reconciliation menu. Dimana masing-masing peserta ngungkapin stereotype mereka tentang agama lain waktu itu dan moment saling meminta maaf, nangis, dan pelukan. Semuanya jadi saudara sekarang. Alhamdulillah.

Nih, beberapa foto yang sempat aku ambil dari google drive Peace Camp kemarin.
Adegan Jelly Fish yang berhasil bikin Ko Anjo ikutan joget haha

Foto bareng setelah olah raga pagi

Waktu kita berikrar buat tegas menolak kekerasan, itu wajah setelah perang koran.
Yang item namannya Ahmad Sari, yang merah namanya Dita
Nih, habis rekonsiliasi

Foto sama panitia YIPC di Maha Vihara Mojokerto
Budha tidurnya keren banget


PS: Jauh dari rumah, jauh dari teman lama, jauh dari rutinitas kebiasaan emang mengasyikkan. Tapi, beneran, nggak bakal ada tempat satupun di dunia ini yang bakalan bisa nggantiin rumah. Artikel ini ditulis saat kangen rumah.

Minggu, 11 Oktober 2015

Eloknya 4 Danau dengan Warna Berbeda di Tulung Agung

Citizen6, Tulung Agung Harta dari dalam Bumi Tuhan tak ada habisnya membuat takjub manusia. Di kawasan selatan Kabupaten Tulungagung, terdapat empat kubangan air dengan empat warna yang berbeda-beda: Merah, Hitam, Toska, dan Hijau. Kawasan Tulungagung secara geografis memang merupakan kawasan batuan kapur yang kaya minaral.
Sebelum terbentuk empat kubangan yang kini di kenal sebagai danau oleh warga sekitarnya, lokasi danau yang berada di kecamatan Kalidawir Kabupaten Tulungagung tersebut merupakan area penambangan nikel dan batu alam mineral lainnya. Karena kadar kimianya yang begitu tinggi, kubangan-kubangan bekas tambang yang terisi air hujan tersebut kemudian mengalami perubahan warna secara alami.

Di akhir pekan, danau empat warna ini ramai pengunjung dari sekitar kawasan Tulungagung. Pengunjung rata-rata merasa penasaran dengan warna alami yang indah di setiap kubangan tersebut. Meskipun bebatuan terjal dan jalan yang mendaki hanya setapak, hal terseut tidak menyurutkan niat pengunjung yang ini sekedar menikmati warna danau atau yang ingin berfoto di sekitar danau.Luas danau rata-rata sekitar 50 m2 dengan kedalaman yang belum di ketahui. Menurut salah seorang juru parkir, rata-rata pengunjung meningkat pada hari minggu atau pada hari kerja sore hari. Untuk memasuki wilayah yang masih berada di sekitar pemukiman warga ini, pengunjung tidak dipungut biaya masuk dan hanya membayar parkir sebesar Rp 3000,- sampai Rp. 5000,- saja.
Sayangnya, keberadaan danau empat warna yang sempat menggegerkan ini nyatanya menimbulkan pro dan kontra di lingkungan warga. Keberadaannya yang masih dikelola sekadarnya oleh penduduk sekitar menjadikan kesadaran akan kebersihan tempat wisata baru ini sangat rendah.

Akibat cuaca yang terik dan keberadaaan pedagang asongan yang menjajakkan makanan dan minuman di sekitar danau tersebut, menyebabkan banyaknya sampah terutama sampah dari botol air minum. Ditambah lagi dengan belum adanya penelitian tentang dampak jika terlalu lama berada di tampat ini sebab aroma dari batuan mineral yang masih sangat kuat, yaitu bau belerang.Kedepan, semoga masyarakat sekitar daerah wisata kian peduli dengan kebersihan area wisata dan pemerintah segera membuat peraturan untuk daerah wisata baru, baik peraturan mengenai kebersihannya, pengelolaan, maupun peninjauan tentang keamanannya.



Sumber: http://citizen6.liputan6.com/read/2317786/eloknya-4-danau-dengan-warna-berbeda-di-tulung-agung

Selasa, 25 Agustus 2015

Pembangunan Karakter Islami Melalui Sekolah Alam Bilingual.

Sekolah dasar adalah sekolah yang dianggap pendidikan premier bagi anak-anak, sebab pada tahap pendidikan ini anak-anak mulai belajar banyak hal secara formal. Banyaknya sekolah dasar baik negeri dan swasta kerap kali masih menjadi alternatif yang dinilai aman bagi orang tua untuk menyekolahkan putra-putrinya. Namun, tidak ada salahnya jika kita lebih banyak tahu mengenai sekolah satu ini. Yap! Sekolah alam yang bernama Madratsah Islamiyah Bilingual Al Ikhlas atau MIBA ini menawarkan konsep pendidikan yang berbeda. MIBA yang terletak di kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang ini memiliki misi pembangunan karakter melalui alam dan pelajaran dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Arab.
 
Yang menarik dari sekolah ini adalah bangunannya yang terletak sedikit jauh dari pemukiman warga dan tepat berada di pinggir persawahan. Bangunan kelas sebuah sekolah pada umumnya berbentuk panjang dengan ruang-ruang yang dibedakan untuk setiap kelas, namun berbeda dengan sekolah ini. Bangunan sekolah MIBA lebih terlihat seperti tempat makan lesehan bertemakan alam. Kelas-kelas berbentuk seperti gazebo dengan separuh dinding bata merah dan setengahnya terbuka. Siswa tidak duduk di kursi namun duduk dilantai karpet. Ruang belajar alam ini tidak berdiri melekat satu sama lain setiap kelas, melainkan berjarak sekitar empat meter tiap kelas.

Siswa siswi di sekolah alam ini sejumlah hampir 150 siswa. Kepala sekolah mengaku sengaja membatasi jumlah siswa di setiap kelasnya yang hanya terdiri dari 20 hingga 25 siswa. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan kualitas pengajaran yang baik di setiap kelasnya. Di samping itu, hubungan antara siswa dengan guru haruslah dekat sebagaimana guru merupakan orang tua kedua bagi anak. Upaya yang dilakukan oleh sekolah ini dengan menggunakan panggilan akrab kepada bapak dan ibu guru. Siswa-siswi di sekolah ini tidak memanggil bapak/ ibu guru melainkan dengan sebutan ayah/bunda. Kesan harmonis pun sangat kental terasa.

Konsep pembelajaran yang ditawarkan di sekolah alam ini juga tidak kalah menarik. Para siswa mendapat matapelajaran umum dan agama lengkap selama senin sampai jumat. Sedangkan hari Sabtu diisi dengan berbagai macam ekstrakurikuler; bahasa Inggris, Karate, Qiroah, Pramuka, dan menggambar. Siswa diberi kebebasan memilih ekstakurikuler mana yang mereka minati, kecuali eksta Pramuka yang memang wajib bagi seluruh siswa. Jam pelajaran di sekolah ini di mulai pukul depalan pagi. Namun siswa masuk ke sekolah mulai jam tujuh pagi untuk melaksanakan sholat Dhuha bagi siswa kelas 4,5, dan 6. Sedangkan siswa kelas 1, 2, dan 3 menghafalkan hadis-hadis pendek dan doa sehari-hari. 

 1) Ekstrakurikuler Bahasa Inggris 
2) Kondisi ruang kelas V MIBA

© Kolase Random | Blogger Template by Enny Law