Minggu, 31 Mei 2015

Latah


Latah adalah keadaan meniru-niru sikap atau kegiatan orang lain.
 
Di Trenggalek, Foto (bukan) Latah
Saya takut sekali sama peristiwa satu ini, saya takut latah menulis setelah melihat teman menulis. Saya latah jatuh cinta hanya karena melihat beberapa teman sudah menghabisi masa lajangnya. Saya takut sekali latah. Tapi demi apapun, saya memang tipe-tipe penulis yang tidak pernah produktif saat tidak galau. Haha, tapi setelah saya pikir-pikir sikap seperti itu hanya akan merugikan saya sendiri. Karena terkesan kaku dan kekakuan akan membuat saya sulit mendapat materi. Kedua, saya merasa tulisan saya yang dulu-dulu justeru kaku, seperti bahasa novel dan cenderung menggurui. Nah, lo. Jangan-jangan itu juga karena latah. Maklum, semester dahulu saya masih sering dan punya banyak waktu untuk baca novel. Sekarang sudah tidak lagi.

Yang terakhir adalah keinginan menggunakan bahasa Inggris di setiap postingan saya. Alasan klasiknya adalah saya pengen konsisten sebagai anak jurusan Sastra Inggris. Kalau mau jujur, kadang latah gitu misal habis selesai perkuliahan yang memang harus ngomong pake bahasa Inggris, sampe kosan sampe ke media sosial juga pake bahasa Inggris. Selebihnya, kadang khilaf. Karena alasan jika menggunakan bahasa Inggris ada banyak yang protes. Pernah sekali, lagi chattingan di grup SMA ada anak lulusan Pare nyeletuk pake bahasa Inggris yang menurut saya Inggris yang terlalu Indonesia, akhirnya kami berdua debat, debatnya pake bahasa Inggris. Yang lain? Mereka marah-marah karena merasa kami salah tempat. Iya, memang benar sih. Salah tempat. Salah banget.
Tapi satu hal yang saya kadang prihatin adalah latah soal info di sosial media. Orang Indonesia kadang nggak sadar sama kelatahannya sendiri. Berebut jadi yang pertama membagi info soal beberapa kabar yang bahkan kebenarannya belum teruji.  Misalnya beras plastik atau gula pasir. Duh kan. Hal kedua nih, yang bener-bener bikin saya prihatin adalah masalah ‘adventuring’. Entah lagi booming setelah film pendakian tahun 2013 itu atau acara televisi tentang adventuring yang lagi hits. Pokoknya itu. Anak-anak di kota saya, di Tulungagung sedang berbondong bondong dan berlarian tentang siapa yang paling duluan mengunjungi tempat-tempat keren yang sedang hits di Tulungagung. Saya sejujurnya bangga soal ini. Tapi ngeliat dari sudut pandang agak jauh, kok ya miris juga yaa. Anak muda di kota saya sedang terlena, senang di mabukkan dengan beberapa hal yang cenderung fatamorgana. Semua mendadak mengaku sebagai ‘traveler’, ‘instagramer’, ‘pendaki’, ‘pecinta alam’, banyaklah yang intinya semua latah.  LATAH. Terus berbondong bondong datang ke tempat wisata baru, sibuk foto sini situ, sibuk nyari angle terbaik. Semua itu mungkin bukan perbuatan dosa. Saya juga sering. Tapi satu hal, kadang ketika kita sibuk memerhatikan ke arah kerumunan yang sama, kita lupa bahwa di belakang ada yang diam-diam mengambil sesuatu dari kita.

Mungkin saja sebentar lagi banyak investor asing yang menanam modal di daerah kita, dan menjadikan penduduk aslinya jadi buruh. Sudah pernah terjadi kan di kecamatan Campurdarat, kecamatan yang kaya akan tambang batu marmernya ini, coba lihat siapa yang kerja jadi penambang kasar? Lalu coba juga telisik siapa yang punya pabrik pengolahannya? Contoh yang lebih sederhana adalah latah soal sampah. Kita sibuk berfoto-foto ria di tempat wisata, tapi buag sampah sembarang. Pertanyaan besarnya tuh gini lo, bukankah yang kita cari di tempat wisata itu pemandangannya? Lalu kenapa justeru sesuatu yang kita cari-cari setelah ketemu di kotori? Contoh kecilnya Telaga Tiga Warna, semua berlomba ambil angle terbaik untuk foto agar rampak nan indah dan menjadikan telaga sebagai background foto. Lah, kenapa justeru dikotori? Harus membangun mindset dari mana buat ngerubah ini semua? Yap, diri sendiri. Cuma itu jawabanya. Wal hasil waktu kesana sama teman-teman, kita bertiga berusaha ngambilin sampahnya. Meski gak sedikit cacian yang kita dapat.
Kotaku, suatu hari aku ingin tetap kembali, maka jangan latah lagi. Saya masih ingin menikmati suasana pedesaan nan asri, bukan yang dipenuhi dengan mal mal besar yang membuat hedon, juga bukan dipenuhi dengan kendaraan dengan plat plat luar kota. Tetaplah ayem tentrem mulyo lan tinoto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Kolase Random | Blogger Template by Enny Law