Jumat, 11 Desember 2015

Interval: Bentuk Penghormatan pada Otak dan Tubuh


Hebat memang punya banyak kegiatan itu, memulai proker-proker baru dan selalu punya kesibukan untuk dikerjakan. Kita merasa berarti, sibuk, dan bertanggungjawab atas sesuatu.

Kita sering beranggapan kepada diri sendiri kalau kita sudah sibuk banget. Begitu juga dengan orang lain, kadang kita berideologi bahwa kita adalah kelompok orang-orang yang penting, punya tugas, dan punya tanggungjawab. Tidak bisa dipungkiri juga kalau kita sering merasa kehidupan yang kita jalani adalah lebih bermanfaat dan lebih bermutu dari pada yang orang lain lakukan. Tidak juga bisa dipungkiri bahwa fanatisme juga mulai menggerogoti perasaan. Bahwa organisasi atau pekerjaan yang kita tekuni adalah lebih baik dari apa yang dimiliki orang lain.

Kita lupa tujuan utama organisasi atau pekerjaan kita.

Makanyalah, perlu waktu yang lama untuk memulihkan pikiran, perasaan, dan fisik. Meskipun, jelas, bahwa semua pekerjaan dan organisasi jalani akan memberi banyak manfaat entah dalam jangka pendek, menegah, atau panjang. Tapi, ada saatnya kita perlu bersantai sejenak, bukan untuk melupakan, tapi untuk mempersiapkan diri dan pikiran, sehingga saat kita memuali bekerja lagi, akan lahir ide-ide baru nan segar.

Seperti yang aku lakukan beberapa hari ini, aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk tempat tidur, kasur, film, dan musik. Lega rasanya untuk jauh sebentar dari rutinitas. Meskipun sempat berfikir bahwa sebenarnya bukan badan yang harus di charge ulang, melainkan psikis dan mental. Sehingga kasur dan kawan-kawannya itu acapkali justeru membuat kesal tidak tahu asal-usulnya. Rasanya, orang-orang tipe-tipe aku ini memang lebih cocok dengan pantai, gunung, tebing, dan pemandangan alam lainnya. Yang pasti, itu semua adalah bagian dari pilihan. Sebuah interval sebagai bentuk Penghormatan pada Otak dan Tubuh.

Ini cuplikan jalan-jalan ke gunung beberapa waktu lalu:




Selamat berlibur, selamat 'membersihkan otak'.

Selasa, 08 Desember 2015

Surabaya Part #1

Jadi sekitar pertengahan bulan Nopember lalu, aku sempat berencana ngilang sebentar. Satu, karena jenuh sama rutinitas PPL yang emang barusan selesai. Dua, karena aku sempat mikir, aku nggak akan pernah merasa cukup kalau cuma stuck disini aja. As world know lah, aku ikutan organisasi yang orang-orangnya ya masih sama itu-itu aja. Asik sih, cuma kudu dan udah masanya keluar dari zona aman dan nyaman.

Seminggu setelah lolos pengumuman kegiatan peace camp di Mojokerto, aku excited banget karena udah geregetan pengen keluar dari Malang. Langsung cus bayar registrasi make uang dari ATM rossy, yang emang notabene kudu ngirim lewat Bank Mandiri. Jujur, setelah PPL berakhir, itu justeru awal ke-bokek-an tingkat galaxy dalam sejarah perkuliahan. Haha, uang kiriman udah habis buat bikin media, ngasih oleh-oleh anak-anak selama PPL, but that's OK.

Bokek is just a little story of a survivor life.

Beberapa hari sebelum berangkat ke Surabaya, aku bolak-balik ke stasiun buat beli tiket. Tapi, for your information, kalau sekarang tiket lokal dapat dibeli mulai dari tiga jam sebelum keberangkatan. Ya kali, aku udah hampir setahunan nggak naik kereta, terakhir naik itu waktu pergi ke Depok buat konferensi nasional gerakan mengajar. Nah lo, jadi mondar mandirnya ke stasiun agak nggak guna.

Jadwal kereta dari Malang ke Surabaya tepat pukul 04.30 pagi, waktu itu aku diantar teman kontrakan jam 4 pagi. Hemm, Malang bener-bener keren pagi dari paginya, siangnya, sorenya, sampai Malangnya. Keren. Sampai di Stasiun jam 4.15 dan masih nunggu Anissa, adik tingkat yang ternyata juga ikutan acara yang sama. Lama banget nunggu anaknya sampe dimarahi sama petugas kereta karena emang kereta udah mau naik. Akhirnya, aku naik dan masuk kereta. Si Anisa menyusul kemudian. Terpaksa kita beda gerbong dan harus duduk sendiri. Ngantuk banget, yaudahlah, aku sempatin tidur sebentar.

Sampe di Surabaya jam 7 pagi, ketemu lagi sama Anisa di peron, dan sms panitia tanya harus naik apa untuk menuju UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Kata Ce Carol, kita harus naik angkot warna kuning tujuan UINSA. Esumpaaah, guwe setengah buta warna. Jadi please, jangan nunjukin aku clue pake warna dan if you know angkot di Surabaya warnanya kuning semua. Sumpah. Guwe buta warna. Akhinya keluar stasiun dan nanya sopir angkot. Angkonta lewat UINSA atau enggak. Pas aku nanya, bapaknya cuma nganguuk-ngangguk aja. Udah stengah perjalanan si Anisa nanya, "Pak ini angkot beneran lewat UIN Sunan Ampel,kan?" Lha dalah, sial. Sial banget. Bapaknya bilang tadi dengernya makam sunan ampel, bukan uin sunan ampel. Njirr, udah setengah jam ngangkot dan salah. Akhirnya, bapaknya baik banget dan nyariin angkot yang menuju tujuan kita.

Sampe disana jam 8 dan kita udah ditungguin sama Ce Carol dan peserta lain yang udah nunggu di dalam minibus. Karena aku emang kloter terakhir, jadi emang udah nggak usah nunggu lama-lama, kemana? Yap. Kita cus ke Mojokerto, tempat pelaksanaan acara. Jarak Surabaya ke Mojokerto ditempuh dalam dua jam lamanya, panas, bau jalan, dan sumpah ngantuk. Yaudah, dari pada nyiumin bau asap kendaraan, mending tidur, lumayan dua jam. Haha.

Sampe di Maha Vihara Mojokerto duah mepet jam 10, karena jalanan macet parah. Nggak pake basa basi,langsung pembukaan acara. Ketemu teman-teman baru. Beneran, itu seru. Setelah pembukaan acaranya langsung pembagian kamar, dan kebetulan se kamar sama Yanita, Sofi, Desi, dan beberapa teman dari Lombok cc Faridah dan Samina. Mojokerto panas gila, akhirnya sebelum dzuhur bisa mandi.

Selema ikutan peace camp dan ketemu teman-teman baru, makan seadanya, bertukar pikiran tentang kepercayaan masing-masing, team building, energizer, sampai moment paling mengharukan yaitu ikutan reconciliation menu. Dimana masing-masing peserta ngungkapin stereotype mereka tentang agama lain waktu itu dan moment saling meminta maaf, nangis, dan pelukan. Semuanya jadi saudara sekarang. Alhamdulillah.

Nih, beberapa foto yang sempat aku ambil dari google drive Peace Camp kemarin.
Adegan Jelly Fish yang berhasil bikin Ko Anjo ikutan joget haha

Foto bareng setelah olah raga pagi

Waktu kita berikrar buat tegas menolak kekerasan, itu wajah setelah perang koran.
Yang item namannya Ahmad Sari, yang merah namanya Dita
Nih, habis rekonsiliasi

Foto sama panitia YIPC di Maha Vihara Mojokerto
Budha tidurnya keren banget


PS: Jauh dari rumah, jauh dari teman lama, jauh dari rutinitas kebiasaan emang mengasyikkan. Tapi, beneran, nggak bakal ada tempat satupun di dunia ini yang bakalan bisa nggantiin rumah. Artikel ini ditulis saat kangen rumah.
© Kolase Random | Blogger Template by Enny Law