Minggu, tiga hari setelah bertemu Mas Mikael dan Trikur
yang super baik, kami berlima, aku, Dhika, Hanis, Oki, dan Lalank, dikenalkan
Tuhan pada orang yang super duper baiknya. Bang Sholikhin, kami panggil Bang Sol,
dia anak rantau Jakarta asli Tuban, jadi well,
kita nyambung sekali kalau mengobrol soal Jawa Timur, dia yang sedia
menunjukkan kami beberapa hal menarik soal Jakarta, setia sekali menjadi tour-guide kami mulai dari Depok, ke
Jakarta Timut, lalu ke Jakarta Barat untuk menemani kami di Monas, Masjid
Istiqlal, Museum Sejarah Jakarta, kota Tua. Belum cukup disitu, Bang Sul juga
yang saat itu menjadi orang di balik photo-photo gila kami selama di Jakarta,
lebih dari itu, kita berlima atau sebut saja ‘Power Rangers’ adalah
pelaku utama yang menghabiskan saldo kartu Trans Jakartanya Bang Sul sebelum
akhirnya Hanis membeli kartu Flash BCA untuk naik busway. Belum lagi, tiga
laki-laki kami yang aku dan Dhika sebut ‘Three Mas Ketir-Ketir’ sudah menginap
semalam di kontrakan Bang Sul, tepat setelah acara Konferensi Gerakan Mengajar
selesai. Bahkan setelah rela-rela menjadi pendamping kami selama di Jakarta,
kami sempat di ajak ke kontrakkan Bang Sul yang terkenal lebih barsih dari
kontrakkan wanita sekalipun, iya suwer bersih gilak disana, kita makan malam di
kontrakan beliau, ups aku panggil beliau karena Bang Sol memang senior kami
berlima, ia sedang berjuang skripsi sekarang, doakan cepat lulus ya, amin. Orang-orang
baik akan bertemu dengan orang baik.
***
Jakarta rupanya bukan sekedar sampah atau cuacanya yang
panas, kami sempat mengunjungi beberapa tempat menarik di sana, ada Museum
Sejarah Jakarta yang jika masuk kita harus berganti sandal warna jingga lucu
yang bagian bawahnya halus sekali, sedang di bagian injakkannya bertuliskan ‘Enjoy Jakarta’, kami berenam, kini ada
Bang Sol, saudara kami dari Tuban yang kuliah di UNJ, saudara yang seperti
bapak sendiri, hihi. Museumnya berarsitektur Hindia Belanda dengan warna dasar
putih bersih. Tempat kedua adalah Museum Wayang, ini lebih kece lagi karena
koleksinya lumayan banyak, mulai dari wayang golek, wayang sunda, wayang Jawa
Timur, Jawa Tengah, bahkan tersedia beberapa karekter dalam ‘si Unyil’ yang
mashyur itu. Karena waktu yang cukup mepet, kami langsung cabut ke Museum Seni
dan Keramik Jakarta, tepat di depan kompleks Museum Wayang dan Museum Sejarah
Jakarta, Disana kami disuguhi beberapa karya seni luar biasa. Sempat mengambil
beberapa photo saja, lalu kami solat Dzuhur disana. Segera mungkin kami harus
tiba di Monas sebelum jam 3 sore, karena jam 3 sore gerbang menuju puncak monas
akan ditutup, kami berenam naik busway menggunakan saldo kartu Trans Jakarta
milik Bang Sol, lagi-lagi.
Monumen Nasional, aku masih tidak percaya sudah di
Jakarta, kami sempat mengabadikan beberapa moment dan makan es krim disana,
dari lapangan Monas semua yang terlihat adalah gedung-gedung tinggi pencakar
langit, beda dengan di Malang, apa yang ku lihat biasanya adalah gunung tinggi
menjulang. Perjalanan lanjut ke Masjid Istiqlal, lumayan jauh di kaki, tapi
dekat di mata, kami melewati kedai Es Krim legendaris di Jakarta, Ragusa Es Krim Italia, sayang kami belum
sempat mencobanya.
Setalah solat ashar di Masjid kebanggaan warga Jakarta, Bang Sol
siap menjadi photographer andalan kami, wew, semangat apa yang ada dalam hati
orang yang baru mengenal kami dalam waktu sehari semalam itu, subhanallah. Karena lelah, dan kita harus pindah ke Bekasi yang
jaraknya satu jam dari tempat kami sekarang, langsung saja kami mengikuti
arahan Bang Sol untuk segera menuju kontrakkannya di Jakarta Timur dan
mengemasi barang-barang Three Mas Ketir Ketir di sana, oke then, kita menaiki busway, ada catatan khusus disini saat Oki
jadi bahan tertawaan seisi busway saat ia tidak sengaja terlempar dari kursi
belakang busway, aduh mbah hati hati, satu busway pecah rame gara-gara Oki. Sumpah ini kalau aku milih pulang kampung langsung deh. haha
Sampai di Jakarta Timur, Bang Sol nunjuk-nunjuk kampusnya yang emang kelihatan dari halte tempat kami turun. Ya, aku kira kontrakannya paling cuma lima menit aja dari kampus. Diajaklah kami masuk gang sempit. Belok kanan, lurus, muter, belok lagi. Ini kalau aku di tinggal udah jadi gelandangan beneran soale nggak tau arah. Lost. Kita beli makan di salah satu gang tadi, aku kira kontrakan bang Sol pasti nggak jauh-jauh amat, "Bentar kok, bentar lagi sampai." Kata Bang SOL menenangkan kami saat ngelihat Lalank udah melet-melet sama mau ngesot. Si Oki udah nggak kebaca lagi ekspresinya. Hanis entah udah kentut berapa juta kali sepanjang jalan di Gang tadi. Dhika sama aku cuma bisa saling bertatap sunyi.
Kami
makan malam di kontakkan bang Sol yang super duper bersih dan rapi, cukup
setelah itu kami langsung naik mikrolet menuju stasiun Manggarai. Lagi-lagi
bang Sul setia mengantar kami, bahkan sampai ke stasiun Bekasi.
***
Bekasi
Kami menginap di rumah kerabat Chuzu, di sebuah kontrakan
sederhana yang disewa saudara sepupu Ibu Dhika, kami berlima bermalam disana.
Lalank seperti biasa tidak pernah menggunakan malamnya untuk tidur, Lalank,
malam, dan kopi seperti teman dekat, selain Lalank, kami tidur lebih dulu
karena lelah perjalanan, hanya saja karena jam 1 malam ada suara misterius aku
dan Dhika bangun dan pindah ke tempat tidur Lalank, Oki, dan Hanis, tepatnya
mereka tidur di ruang tamu sekaligus ruang melihat TV dengan kasur tipis,
cukuplah untuk kami bermalam. Nah, disanalah kami menemukan jawaban dari mana
suara misterius tadi berasal, rupanya Oki yang mengorok seperti bom atom mau pecah tapi sungkan -_- . Sungguh
nadanya tidak bisa dicerna kata-kata, mulai dari 4/4 sampai nada tak beraturan
Oki mahir sekali memainkannya.
Aku, Dhika, dan Lalank justru asik bercerita soal
beberapa hal termasuk pengalaman soal di UI, well, yang pasti masih diiringi
korokan Oki yang pecah membahana tadi. Jam tiga pagi kuputuskan tidur di bawah
kakinya hanis, karena tidak tahan panas jika harus masuk ke tempat tidurnya
mbak Dar, saudaranya Dhika. Beberapa waktu kemudian, Lalank sepertinya menyusul
tidur.
Aktivitas pagi kami setelah bangun langsung sarapan,
mandi, dan packing. Hanis berulah seperti biasa, dia selalu paling terakhir
untuk urusan kemas-kemas barang, padahal kami berempat sudah siap terbang, duh
pak presiden! Mengenakan baju kebanggan UMengajar, kecuali Lalank, kami berlima
berpamitan kepada Mbak Dar, lalu menyusuri pemukiman penduduk untuk sampai di
ujung gang dan menemukan bus yang akan membawa kami ke Pasar Senen, sebelum
mendapati mikrolet aku dan Lalank malah sibuk mencari stand penjual sop buah
yang akhirnya ketemu tepat di depan Indomart
di seberang halte tempat kami menunggu bus.
Ini foto-foto selama perjalanan dari Depok, JakPus, dan Bekasi.
Selasar Masjid Istiqlal
Depan Masjid Istiqlal Jakarta Pusat
Power Rangers emang nggak pernah sukses photo bareng, Monas, Jakarta Pusat
Ini foto di depan Museum Sejarah Jakarta dan satu lagi foto di dalam Museum Keramik Kontemporer, Jakarta Barat
Pagi hari di sebuah rumah kontrakan di Bekasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar