Selasa, 02 Juni 2015

Power Rangers Go to Jakarta #4/6



         Perjalanan  menuju Stasiun Universitas Indonesia menempuh waktu sekitar 45 menit dengan menaiki Commuter Line. Sesampainya di stasiun UI, aku dan Dhika berhenti sebentar untuk minum dan menelpon Linggar dan Keluarga Cemara, keluargaku di Malang. Karena tidak begitu jelas suaranya, acara telpon Cemara hanya beberapa saat saja. Aku memaksa Dhika segera masuk ke UI karena sudah tidak betah mencium bau tubuh sendiri, iya sumpah, rasanya baju dan kulit sudah lengket jadi satu, bau badan sudah menyeruak seperti racun kimia, asam pake banget.
        Kami masuk ke UI lewat pintu samping, lha dalah, bukan gedung-gedung tinggi menjulang yang kami temui pertama disini, melainkan hutan UI yang dipenuhi dengan vegetasi tanaman yang usianya terlihat dari ukuran pohonnya yang tinggi besar. Well, perjalanan mencari masjid di UI tak semudah yang aku sangka, kami harus berteduh dulu di halte, hingga beberapa kali bis kuning UI yang tersohor itu lewat menaik dan menurunkan penumpangnya yang pastinya mereka adalah mahasiswa kampus perjuangan ini. Karena sudah terlalu lelah, aku putuskan bertanya pada salah seorang yang menunggu bis kuning lewat di depan halte, aku betanya dimana letak masjid UI. Nggletek, orang ini juga agak kebingungan, terlihat dari matanya dia tidak tahu dimana masjid pusat UI. Ia hanya menujukkan padaku dan Dhika yang sedang kebingungan untuk menuju arah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) , ya sudah, kita mengikuti saja petunjuk pertama tadi. Melintas di FIB aku seperti melihat rumah (baca Fakultas Sastra UM), disana banyak makhluk gondrong, mahasiswi yang berpakaian santai masuk fakultas, ah rindu Fakultas Sastra yang Mboiss.
          Sampai di ujung FIB dipertemukanlah kami kepada pertigaan yang berhasil membuat langkah kami berhenti karena tidak tahu harus kemana. Aku mengatakan pada Dhika bahwa perasaanku mengatakan kalau kita harus melanjutkan langkah ke kanan. Seketika kami lanjutkan perjalanan ke kanan, panas, jauh, barang bawaan yang berat, itu yang setia menemani kami siang itu. Sampailah kami di sebuah taman yang disitu ada beberapa ibu-ibu yang dari behasa yang mereka gunakan jelas mereka dari Sunda, Dhika bertanya pada mereka dimana letak masjid terdekat UI, seperti pintaku, karena ku pikir jika bertanya dimana masjid UI saja pasti jawabannya akan seperti tadi, got it, kita dapat jawaban dimana letak tempat yang kita cari itu, tepat di belakang Perpustakaan Pusat UI, ibu-ibu geulis itu menunjuk-nunjuk bangunan yang atapnya adalah tanah berumput, PerPus UI.
***
Lima belas menit sebelumnya, aku dan Dhika berjalan tanpa tahu arah dan sekedar menebak-nebak bangunan yang kenampakannya seperti sebuah masjid.
***
Tujuh belas menit sebelumny aku dan Dhika sudah terkekeh-kekeh karena melihat puncak bangunan yang terlihat seperti kubah masjid, tapi tiba-tiba kepalaku yang panas bertanya, “Hey dik, itu beneran Masjid? Jangan-jangan itu bukan kubah, tapi penangkal petir, jedheeeng, henggg.” Dhika langsung memutuskan bertanya pada Ibu-ibu yang sedang menyapu taman rektorat UI, untuk urusan pengetahuan gedung yang satu ini sudah pasti kebenarannya sebab kami sering melihat rektorat UI dari berbagai media masa.


Bersambung. Nggak ada photo. Nggak bakal foto disaat bingung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Kolase Random | Blogger Template by Enny Law